Selasa, 27 Mei 2014

Aisyah dan Kecerdasan Intelektual Muslimah Sejati

Ummahatul Mukminin, Aisyah ra. Siapa yang tak mengenal beliau?Istri kesayangan Rasulullah Saw. Satu hal yang membuatnya menjadi kecintaan Rasul Allah Swt ini adalah kecerdasan dan keluasan wawasannya. Seperti apakah kecerdasan beliau yang pada akhirnya menjadikannya sebagai rujukan berbagai cabang ilmu, terutama hadist? Berikut akan penulis paparkan kisah ringkas Aisyah ra. dan kecerdasan intelektual yang sudah seharusnya dimiliki muslimah.
Aisyah lahir pada bulan Syawal tahun ke-9 sebelum hijrah atau bulan Juli 614 M, atau tahun ke-5 kerasulan Muhammad Saw. Sejak kecil, Aisyah tidak pernah mendengarkan suara kemusyrikan dan kekafiran di rumahnya. Kecerdasan Aisyah sendiri sudah terlihat sejak kecil, diantaranya:
a. Mampu mengingat dengan baik apa yang terjadi pada masa kecilnya, termasuk hadist-hadist yang didengarnya dari Rasulullah Saw;
b. Mampu memahami, meriwayatkan, menarik kesimpulan serta memberikan penjelasan detail hukum fiqih yang terkandung di dalam hadist;
c. Sering menjelaskan hikmah-hikmah dari peristiwa yang dialaminya pada masa kecil;
d. Mampu mengingat dan memahami rahasia-rahasia hijrah secara terperinci hingga bagian-bagian terkecilnya.

Rasulullah Saw. menikahi Aisyah ra.

Ada suatu kisah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sebelum Rasulullah Saw meminang Aisyah, “Sebelum menikahimu, aku pernah melihatmu dua kali di dalam mimpi. Aku melihat malaikat membawa secarik kain yang terbuat dari sutra. Kukatakan padanya, ‘Singkapkanlah’. Malaikat itu pun menyingkapnya. Dan ternyata kain itu memuat gambarmu. Lalu kukatakan, ‘Jika ini merupakan ketentuan Allah, maka Dia pasti akan membuatnya terjadi’. Pada kesempatan lain, aku kembali melihatnya datang membawa secarik kain yang terbuat dari sutra. Maka kukatakan, ‘Singkaplah’. Dan ternyata kain itu memuat gambarmu. Lalu aku berkata, ‘Jika ini merupakan ketentuan Allah, maka Dia pasti akan membuatnya terjadi’.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad). Tujuan paling dasar dari pernikahan Aisyah dengan Rasulullah Saw. adalah untuk mengukuhkan hubungan antara kekhalifahan dan kenabian. Aisyah memang menikah di usia yang masih sangat dini. Namun, keputusan Rasulullah Saw untuk menikahi Aisyah di usia dini tersebut menunjukkan bahwa kecerdasan, kematangan, dan kedewasaan berpikir Aisyah memang mencapai sebuah tingkat yang mengagumkan. Sulaiman An Nadawi menyebutkan pula bahwa pribadi-pribadi cemerlang yang memiliki bakat dan potensi tinggi untuk mengembangkan kemampuan intelektual mereka, biasanya juga cenderung untuk mencapai kematangan fisik lebih cepat daripada orang-orang biasa.
Dikisahkan oleh Ummu Athiyyah, “Rasulullah Saw. datang meminang Aisyah binti Abu Bakar yang masih kanak-kanak. Ketika itu, Aisyah sedang bermain. Tiba-tiba pengasuhnya datang, memegang tangan Aisyah, lalu mengajaknya pulang. Sebelum dinikahkan, Aisyah terlebih dahulu didandani dan dibri hijab. Setelah itu, barulah Abu Bakar menikahkannya dengan Rasulullah Saw.

Berumah tangga bersama Rasulullah Saw.

Aisyah ra. baru hidup bersama Rasulullah Saw. ketika berada di Madinah. Setelah sembuh dari penyakit yang diderita akibat iklim Madinah yang tidak bersahabat, Aisyah segera dipersiapkan dan dididik untuk menjalani kehidupan berumah tangga. Aisyah merupakan perempuan satu-satunya yang menjalani kehidupan berumah tangga bersama Rasulullah Saw. di usianya yang sangat tepat untuk belajar dan menuntut ilmu.
Persamaan Aisyah dengan ayahandanya, Abu Bakar, adalah kecerdasan otak dan kematangan berpikir. Aisyah mempelajari sastra dan genealogi pun dari Abu Bakar. Aisyah dikenal memiliki kecerdasan dalam menyampaikan gagasan dengan gaya bahasa yang indah. Aisyah mulai belajar menulis dan membaca, termasuk membaca Al Qur’an setelah berumah tangga bersama Rasulullah Saw. Aisyah mempelajari ilmu-ilmu keagamaan seperti penyempurnaan kemanusiaan, pemurnian akhlak, pengetahuan tentang prinsip-prinsip agama dan rahasia-rahasia syariat, pengertian tentang hukum-hukum dan maslahat-maslahat keagamaan serta ilmu tentang Al Qur’an dan As Sunnah. Selain itu, Aisyah juga menguasai ilmu-ilmu sejarah dan pengobatan.

Semangat Aisyah ra. dalam Belajar bersama Rasulullah Saw.

Meski telah berumah tangga bersama Rasulullah Saw., Aisyah tidak memiliki waktu khusus dalam belajar. Apabila ada persoalan yang tidak ia pahami atau tidak ia dengar dengan baik, Aisyah selalu menanyakannya kepada Rasulullah Saw. Aisyah memiliki rasa ingin tahu yang besar, suka mengajukan pertanyaan dan tiada pernah puas sebelum persoalannya selesai, bahkan melacak setiap hal dengan sangat detail. Beberapa peristiwa yang membuktikan semangat dalam belajar diantaranya:
1. Tentang amal perbuatan, Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa dihisab, maka ia akan disiksa”. Aisyah kemudian bertanya, “Bukankah Allah Swt. telah berfirman, “Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah” (QS. 84: 8)?”. Rasulullah Saw. menjawab, “Kemudahan itu hanya terjadi saat amal perbuatan ditampakkan. Tetapi setiap orang yang amal perbuatannya dipersoalkan, ia pasti celaka” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Abu Dawud)
2. Tentang nasib orang-orang kafir yang melakukan amal kebaikan di dunia. Aisyah bertanya, apakah mereka juga memperoleh pahala?Rasulullah Saw. menjawab, “Wahai Aisyah, ia tidak pernah berdoa agar Allah mengampuni dosa-dosanya pada hari Kiamat” (HR Muslim, Ibnu Hibban, Hakim dan Ahmad)
3. Tentang jihad bagi wanita. Aisyah bertanya, “Apakah perempuan juga wajib berjihad?” Rasulullah Saw. menjawab, “Jihad bagi kaum perempuan adalah melaksanakan ibadah haji” (HR Bukhari, Nasa’i dan Ibnu Majah).
Aisyah pun pernah mengajukan pertanyaan yang dapat membuat Rasulullah Saw. marah. Namun, karena rasa cinta dan sayang Rasulullah Saw. membuat beliau tidak pernah merasa jengkel menghadapi pertanyaan-pertanyaan Aisyah. Tanpa semangat dan keberanian Aisyah, umat Islam tidak mungkin mendalami tentang hakikat kenabian. Rasulullah Saw. membimbing Aisyah agar mampu menanggung beban berat sebagai seorang istri Nabi dan duta pertama Rasulullah Saw. kepada kaum muslimah. Aisyah pun mempelajari semua ilmu dengan telinga terbuka, dan hati sadar, juga mengamalkan ajaran-ajaran secara tekun dan konsisten.
Semoga kita mampu meneladani semangat Aisyah ra. dalam menuntut ilmu, utamanya ilmu-ilmu agama. Wallahu’alam…

0 komentar: